Monday, October 17, 2011

Debat Imam Ridha as dengan Agamawan Katolik dan Yahudi (Bagian 1)


Kisah Imam Ali bin Musa ar-Ridha as, dipaparkan sebagian peri kehidupan manusia mulia ini, yang salah satunya adalah kisah Imam dalam menyikapi berbagai persoalan, arus pemikiran, dan keyakinan yang berkembang pada masanya. Kisah kali mengetengahkan perdebatan Imam dengan agamawan Katolik dan Yahudi, yang sengaja dihadirkan al-Makmun, penguasa Abbasiyah saat itu, untuk menguji Imam.
Kisah yang dinukil dari kitab Bihâr al-Anwâr ini diriwayatkan oleh Hasan bin Muhammad al-Nufali yang berkata, “Al-Makmun memerintahkan Fadhl bin Sahl untuk mengumpulkan para alim (ashhab al-maqalat) seperti orang Katolik (Jatsaliq), Yahudi, para sesepuh Sabean, Hirbidz al-Akbar, para penganut Zoroaster, Nastas al-Rumi, dan para teolog. Fadhl bin Sahl pun mengumpulkan mereka dan memberitahu al-Makmun bahwa mereka sudah berkumpul.
Al-Makmun berkata, ‘Bawa mereka ke hadapanku.’ Fadhl melakukannya. Al-Makmun menyambut mereka lalu berkata kepada mereka, ‘Aku mengumpulkan kalian di sini untuk kebaikan, dan aku ingin kalian berdebat dengan sepupuku dari Madinah yang telah datang di hadapanku. Datanglah ke sini besok pagi, dan jangan ada di antara kalian yang lalai.’ Mereka berkata, ‘Kami dengar dan kami taat, wahai Amirul Mukminin! Kami akan berada di sini besok pagi...’
Keesokan paginya, Fadhl bin Sahl datang kepada Imam Ridha as dan berkata, ‘Semoga aku menjadi tebusanmu. Sepupumu sedang menunggumu. Orang-orang telah berkumpul. Bagaimana pandanganmu tentang yang datang ke hadapannya?’ Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Kamu mendahuluiku dan aku akan datang kepadamu, insya Allah.’ Lalu, Imam berwudhu seperti hendak melakukan salat dan ia meminum sedikit air (semacam air gandum), dan kami pun meminum air yang sama. Lalu ia berangkat dan kami berangkat bersamanya, sampai kami masuk ke hadapan al-Makmun.
Kemudian al-Makmun menoleh kepada orang Katolik seraya berkata, ‘Wahai Katolik! Inilah sepupuku, Ali bin Musa bin Ja`far, seorang keturunan Fatimah putri Nabi kami dan Ali bin Abi Thalib (‘Ali ar-Ridha bin Mūsā al-Kāzim b. Ja‘far al-Sādiq b. Muhammed al-Bāqir b. ‘Ali  Zayn al-‘Ābidin b. Husayn b. ‘Ali b. Abū Tālib). Maka, aku ingin kalian berbicara dengannya dan berdebat sewajarnya.’
Katolik berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin! Bagaimana aku bisa berdebat dengan seseorang yang bersandar pada sebuah kitab yang aku tolak dan kepada nabi yang aku tidak beriman kepadanya?’
Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Wahai Kristiani! Jika aku berdebat denganmu lewat Injilmu, akankah kamu mengakuinya?’
Katolik itu berkata, ‘Dapatkah aku menolak apa yang dibicarakan di dalam Injil? Ya, demi Tuhan. Aku akan mengakui sekalipun aku tidak menyukainya.’
Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Tanyakanlah apa saja yang melintas di pikiranmu, dan pahamilah jawabannya.’
Katolik itu berkata, ‘Apa yang kamu katakan tentang Yesus (nabi Isa) dan kitabnya? Apakah kamu mengingkarinya?’
Imam Ridha as berkata, ‘Aku mengakui kenabian Yesus dan kitabnya, dan kabar gembira kepada umatnya yang kepadanya para rasul juga mengakuinya. Dan aku mengingkari kenabian Yesus yang tidak mengakui kenabian Muhammad saw dan kitabnya dan yang tidak memberi kabar gembira tentangnya (Muhammad) kepada umatnya.’
Katolik itu berkata, ‘Bukankah hal ini berarti kamu memandang suatu keputusan dari dua saksi yang adil dan tegas?’
Imam Ridha berkata, ‘Ya.’
Katolik berkata, ‘Maka bawalah dua saksi bagi kenabian Muhammad dari suatu umat selain umatmu yang tidak ditolak oleh umat Kristen, dan mintalah kepada kami yang seperti itu dari umat selain umat kami.’
Imam Ridha as berkata, ‘Sekarang kamu adil, wahai Kristiani! Apakah kamu tidak menerima orang-orang adil kami terdahulu yang berada bersama al-Masih, Yesus putra Maryam?’
Katolik berkata, ‘Siapakah orang adil itu? Beritahu aku namanya?’
Imam Ridha as berkata, ‘Apa yang kamu katakan tentang Yuhanna Daylami (Yohanes)?’
Katolik berkata, ‘Baik! Kamu telah menyebut orang yang paling mencintai al-Masih.’
Imam Ridha berkata, ‘Aku bersumpah kepadamu, tidakkah Injil mengatakan bahwa Yohanes berkata, ‘Al-Masih memberitahuku tentang agama Muhammad al-Arabi dan dia memberiku kabar gembira tentangnya, bahwa dia akan datang sepeninggalnya; lalu aku memberi kabar gembira tentangnya kepada para rasul, maka aku beriman kepadanya?’ [1]
Katolik itu berkata, ‘Yohanes menyebutkan ini dari al-Masih dan ia memberi kabar gembira tentang kenabian seseorang dan tentang bangsanya serta wakilnya. Namun, ia tidak menetapkan kapan ini akan terjadi dan ia tidak menyebutkan nama orang ini kepada kami sehingga kami dapat mengakuinya.’
Imam Ridha as berkata, ‘Jika kami membawa seseorang yang membaca Alkitab dan ia membacakannya bagimu penyebutan Muhammad dan bangsanya serta umatnya, akankah kamu beriman kepadanya?’
Ia berkata, ‘Sungguh.’
Imam Ridha as berkata kepada Nastas al-Rumi, ‘Bagaimana ingatanmu terhadap Alkitab?’
Ia berkata, ‘Aku tidak mengingatnya.’
Lalu Imam Ridha menoleh kepada Ra’sul Jalut (Yahudi) dan berkata, ‘Tidakkah kamu membaca Alkitab?’
Ra’sul Jalut (Yahudi) berkata, ‘Ya, demi jiwaku.’
Imam Ridha berkata, ‘Bacakanlah Alkitab untukku. Jika penyebutan Muhammad dan bangsanya serta umatnya ada di dalamnya, bersaksilah kepadanya untukku, dan jika tidak ada, maka jangan bersaksi untukku.’
Lalu ia membaca Alkitab sampai tiba pada penyebutan (nama) Nabi saw ia berhenti.
Kemudian Imam Ridha berkata, ‘Wahai Kristiani! Aku bertanya kepadamu, demi hak al-Masih dan ibunya, apakah kamu tahu bahwa aku mengetahui Injil?’
Katolik itu berkata, ‘Ya.’ Lalu ia membacakan bagi kami penyebutan Muhammad, bangsanya, dan umatnya.
Lalu Imam Ridha berkata, ‘Apa yang hendak kamu katakan wahai Kristiani? Inilah ucapan Yesus putra Maryam. Jika kamu mengingkari apa yang dikatakan di dalam Injil, maka kamu mengingkari Musa dan Yesus, salam atas mereka, dan bila kamu mengingkari penyebutan ini, maka kamu akan menjadi orang yang kafir kepada Tuhanmu, nabimu, dan kitabmu.’
Katolik itu berkata, ‘Aku tidak akan mengingkari apa yang jelas bagiku di dalam Injil. Aku akan mengakuinya.’
Imam Ridha berkata, ‘Bersaksilah kepada apa yang telah ia akui.’ Lalu ia berkata, ‘Wahai Katolik! Tanyakanlah apa saja yang melintas dalam pikiranmu.’
Katolik berkata, ‘Beritahukan kami tentang para rasul Yesus putra Maryam. Berapa jumlah mereka? Dan berapa orang alim dalam Injil?’
Imam Ridha as berkata, ‘Kamu telah datang kepada orang yang tahu. Mengenai rasul, mereka berjumlah dua belas orang, dan yang paling mulia dan paling berilmu di antara mereka adalah Lukas. Mengenai orang alim Kristen, mereka ada tiga orang: Yohanes Agung dari Ajj, Yohanes Qirqisa, dan Yohanes Daylami dari Zijar, dan yang terakhir inilah yang menyebutkan Nabi saw, bangsanya, dan umatnya, dan adalah dia pula yang membawa kabar gembira tentangnya kepada umat Yesus dan kepada Bani Israil.’

Lalu Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Wahai Kristiani! Sesungguhnya kami sungguh-sungguh, demi Allah, beriman kepada Yesus yang beriman kepada Muhamamd saw dan kami tidak membenci apa pun tentang Yesusmu kecuali kelemahannya dan sedikitnya ia berpuasa dan berdoa.’
Katolik berkata, ‘Demi Allah! Kamu merusak ilmumu dan melemahkan urusanmu. Aku membayangkan tidak ada yang kurang darimu dan bahwa kamu adalah orang yang paling berilmu di antara umat Islam.’
Imam Ridha as bertanya, ‘Bagaimana bisa begitu?’
Katolik menjawab, ‘Karena kamu mengatakan tentang Yesus yang lemah dan sedikit berpuasa dan berdoa, padahal Yesus tidak pernah membatalkan puasanya dan tidak tidur semalam pun; ia terus-menerus berpuasa dan tidak tidur.’
Imam Ridha as bertanya lagi, ‘Maka, untuk siapakah ia berpuasa dan berdoa?’ (Kerana menurut Kristian Yesus adalah anak Tuhan atau Tuhan itu sendiri- ed).
Katolik itu tercengang dan berhenti berbicara.
Imam Ridha berkata, ‘Wahai Kristiani! Aku ingin bertanya kepadamu tentang suatu persoalan.’
Katolik berkata, ‘Tanyalah. Jika mengetahuinya, aku akan menjawabmu.’
Imam Ridha as berkata, ‘Mengapa kamu menyangkal bahwa Yesus menghidupkan orang yang mati dengan seizin Allah Azza wa Jalla?’
Katolik itu berkata, ‘Aku menyangkalnya karena barangsiapa yang menghidupkan orang mati dan mengobati orang buta serta lepra (sejenis penyakit) adalah tuhan yang berhak disembah.’
Imam Ridha berkata, ‘Elia (seorang Nabi) juga melakukan hal-hal seperti yang Yesus lakukan: Berjalan di atas air, menghidupkan orang mati, dan menyembuhkan orang buta serta lepra, tetapi umatnya tidak menjadikannya sebagai Tuhan, dan tidak seorang pun dari mereka yang menyembahnya dan mereka tetap menyembah Allah Azza wa Jalla. Dan Nabi Yehezkiel juga melakukan hal serupa seperti Yesus putra Maryam karena beliau menghidupkan 35.000 orang setelah mereka mati* selama enam puluh tahun.’[2]
Bersambung…

(1) Lihat Yohanes 1:19-25; 14:26; 15:26; 16: 7-14
(2) Lihat Yehezkiel 37:1-13
* Kembalinya (dihidupkan semula) orang yang telah mati ke alam dunia dikenali juga dengan istilah Raj’ah- seperti kisah Nabi Uzair yang dihidupkan semula setelah mati selama 100 tahun.

No comments:

Post a Comment