Tuesday, October 18, 2011

Kurban Nabi Ibrahim as dan Kurban Husain as



Duhai Hussein putranya Ali,
Namamu kami kenal sebelum ini,
Tanpa tahu apa kisah & riwayatmu,
Entah bagaimana hayat & syahadatmu,

Akhirnya,

Sejak kami kembali mendekati akan apa erti kewujudanmu,
Jiwa kami tiada lagi henti terus menangis,
Kerna mengenang betapa besar korban agungmu,
Di bumi Karbala, di hari 'Asyura,
Betapa kerdil amal kami, mampukah kami mendekatimu nanti?
Korbanmu itulah pembakar usaha dan amal kami di dunia ini,

Jauh lebih agung korbanmu ya Hussein,

Berbanding korbannya Ibrahim dan putranya Ismail,
Jika Ibrahim diminta mengorbankan hanya seorang daripada putranya,
Diganti pula dengan haiwan buat sembelihan dengan izin Tuhan,

Kerna benarlah Tuhan Maha Mengetahui,

Ternyata ada korban yang jauh lebih agung di kemudiannya,
HakmilikMu ya Hussein,
Di bumi Karbala, di hari Asyura,
Terkorbanlah segalanya yang dikau punyai,
Keluarga, rakan, senjata dan simpanan
Benar firman Allah SWT melalui lisannya Rasulullah SAWW,
Mahkota Cinta & Pengorbanan itu hanya milikMu, ya Hussein...
Dikaulah Sang Merak yang kini mekar di alam Kayangan...

Allahumma solli 'ala Muhammad wa ali Muhammad,

wa 'ajjil farajahum.



SELAMAT HARI RAYA KURBAN!!
Kurban Nabi Ibrahim dan Kurban Saidina Husain

Berulang kali Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih putranya sendiri yang merupakan perintah dan petunjuk dari Tuhan. Perintah ini tidak direspon oleh Ibrahim dengan gegabah. Ibrahim lebih dulu mengatakan kepada putranya, “Wahai putraku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.”
Ismail pun tidak menjawab dengan ego, tapi menjawab dengan tegas, “Wahai ayah, lakukanlah perintah (Tuhan) kepada ayah, dan insya Allah, ayah akan mendapati aku tergolong orang yang sabar.” Keputusan Ismail ini menjadikan ia sebagai salah seorang utusan-Nya.
Ibrahim dan Ismail kemudian berjalan ke sebuah bukit dan menjalankan perintah Tuhan. Tidak tega melihat putranya dikorbankan, Ibrahim menutup matanya. Setelah yakin telah mengorbankan putranya, Ibrahim kemudian membuka mata dan terkejut melihat Ismail ada disampingnya.
Melihat putranya selamat karena tidak menjadi kurban, Ibrahim menjadi sedih. Ia khawatir pengorbanannya tidak diterima oleh Tuhan. Wahyu diturunkan, “Wahai Ibrahim, tentu saja engkau telah melaksanakan mimpi itu. Engkau termasuk orang yang benar, tetapi sesungguhnya itu merupakan ujian yang nyata. Kami telah menggantinya dengan sebuah penyembelihan agung (dzibhin ‘azhîm). Kami telah alihkan itu ke generasi-generasi yang datang kemudian.” (Ash-Shaffât: 104-108)
Setelah Nabi Ibrahim berhasil melewati ujian yang nyata dan diganti oleh Tuhan dengan penyembelihan agung, beliau pun kemudian diangkat menjadi imam bagi seluruh umat manusia. Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya Aku jadikan engkau seorang imam bagi umat manusia.” Nabi Ibrahim berkata, “Dan keturunanku?” Allah menjawabnya, “PerjanjianKu tidak menjangkau orang zalim.” (Al-Baqarah: 124)
Posisi imam ini tidak diberikan kepada orang yang telah memenuhi syarat di dunia, tapi diberikan kepada orang yang memang sudah dipilih oleh Allah kemudian diutus ke dunia. Ujian ini bukanlah dimaksudkan agar Allah tahu semangat dan kualitas yang ada pada diri para kekasih Allah, tapi untuk memperlihatkan kepada dunia derajat kualitas pribadinya, komitmen, dan kepatuhan mutlak kepada kehendak Tuhannya.
Janji Allah tentang generasi yang datang kemudian terjadi pada tahun 61 H. Pribadi yang juga melewati ujian nyata dan melakukan penyembelihan agung (dzibhin ‘azhîm), sebagaimana janji Allah, berasal dari keturunan Nabi Ibrahim. Ia adalah cucu nabi melalui Ali bin Abi Thalib, Saidina Husain. Saidina Husain melakukan penyembelihan agung demi menjaga risalah karena memang saat itu tidak ada lagi pribadi yang mampu melakukan pengorbanan demi agama. Saidina Husain tahu akan posisinya ini.
Pengorbanan keluarga Saidina Husain memuncak ketika beliau untuk kesekian kalinya berusaha menyadarkan manusia yang telah tertutup hatinya. Beliau mengangkat putranya (Ali Asghar) yang masih bayi ke langit dan mengatakan, “Jika kalian menganggap aku melanggar hukum, maka bayi ini tidak berbuat dosa yang merugikan kalian.”
Beberapa pasukan musuh sempat menangis. Tapi apa daya, anak panah bercabang tiga mengenai tangan Saidina Husain dan menebus leher bayi. Husain mengumpulkan darahnya dan melemparkannya ke langit seraya berkata, “Ya Allah, ringankanlah deritaku. Engkau telah menyaksikan semuanya. Terimalah pengorbanan ini!” Demi Allah, tak setetes darah pun yang kembali ke bumi.
Sebaik-baik kurban yang pernah dipersembahkan oleh manusia tentu saja adalah kurban yang dilakukan demi kepentingan sebuah agama yang dimaksudkan untuk umat manusia, dan kurban semacam itu baru dapat dipersembahkan oleh orang yang hidupnya bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk mengimplementasikan rahmat Tuhan kepada umat manusia.
Sungguh ini adalah sebuah ujian yang nyata. Kami tebus dengan sebuah Penyembelihan Agung. Penyembelihan Agung untuk menegakkan kembali kebenaran sedemikian kuat sehingga tidak akan pernah lagi bisa dirusak oleh siapa pun hingga Hari Kiamat. Kami gilirkan di antara generasi kemudian.
Catatan: Terinspirasi oleh buku Husain, the Savior of Islam.



No comments:

Post a Comment